Tuesday, November 27, 2012

Salam Blogger

Blogger Yang Terhormat,

Blog ini berisi kompilasi masjid-masjid di Indonesia yang diambil dari berbagai sumber. Dalam kesempatan ini pula saya "mohon ijin" kepada saudara-saudaraku atas penggunaan data dan foto, namun saya "pasti" akan mencantumkan sumber data data dan foto serta membuat link dengan sumbernya.Blog ini masih dalam tahap konstruksi. Saat ini Creator sedang melakukan Pengumpulan / Inventarisasi, Insya Allah segera selesai. Terima kasih.

Nasib Badan di Dalam Kubur


Malam Pertama - Di kuburan pembusukan dimulai pada daerah perut dan kemaluan. Subhanallah, perut dan kemaluan adalah dua hal terpenting yang anak cucu Adam ini saling bergulat dan menjaganya di dunia. Dua hajat, yang karenanya Allah azza wa jalla membuat manusia merugi d
i dunia akan membusuk pada malam pertamanya di kuburan. Setelah itu, mulailah jasad berubah warna menjadi hijau kehitaman. Setelah berbagai make up, dan alat-alat kecantikan membuatnya memiliki ragam pesona, nanti tubuh manusia hanya akan memiliki satu warna saja.

Malam Kedua - Di kuburan, mulailah anggota-anggota tubuh membusuk seperti: limpa, hati, paru-paru dan lambung.

Hari Ketiga - Di kuburan, mulailah anggota-anggota tubuh itu mengeluatkan bau busuk tidak sedap.

Seminggu Setelahnya - Wajah mulai tampak membengkak, dua mata, kedua lisan dan pipi.

Setelah 10 hari - Tetap terjadi pembusukan kali ini pada anggota-anggota tubuh tersebut, perut, lambung, limpa..

Setelah 2 Minggu - Rambut mulai rontok

Setelah 15 Hari - Lalat hijau mulai bisa mencium bau busuk dari jarak 5 km, dan ulat-ulat pun mulai menutupi seluruh tubuhnya

Setelah 6 Bulan - Yang tersisa hanya rangka tulang saja.

Setelah 25 Tahun - Rangka tubuh ini akan berubah menjadi semacam biji, dan di dalam biji tersebut, kita akan menemukan satu tulang yang sangat kecil disebut ‘ajbudz dzanab (tulang ekor). Dari tulang inilah kita akan dibangkitkan oleh Allah azza wa jalla pada hari kiamat.

Inilah tubuh yang selama ini kita jaga. Inilah tubuh yang kita berbuat maksiat kepada Allah dengannya. Oleh karena itulah, jangan biarkan umur kita melewati jasad ini sia-sia, karena dia akan mendapatkan apa yang telah disebutkan.
(Sumber Page FB : MAJELIS TAUSIAH PARA KYAI & USTADZ INDONESIA)

Monday, November 26, 2012

Islam di Tanah Jawa


Kondisi masyarakat di Pulau Jawa sebelum masuknya Islam, kehidupannya masih menganut sistim kasta. Kasta ini dibagi manjadi 4 (empat) yaitu:
Kasta Brahmana
Kasta Ksatria
Kasta Waisya
Kasta Sudra

Setelah masuk agama Islam baru mulai terkikis sistim kasta dikalangan masyarakat Jawa dan sedikit demi sedikit mulailah hilang perbedaan atau tingkat dalam masyarakat.

Menurut ahli sejarah, Islam masuk ke Pulau Jawa sekitar abad 11 M, yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Arab melalui Pasai (Aceh Utara), tetapi sebagian lagi ahli sejarah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia justru dimulai dari Pulau Jawa, karena konon sekitar tahun 929-949 M masa kekuasaan Prabu Sindok, banyak pedagang dari Pulau Jawa yang sudah sampai ke Baghdad demikian pula sebaliknya pedagang dari Persia dan Gujarat sudah ada yang datang ke Indonesia khususnya di Jawa. Hal ini diperkuat oleh bukti ditemukannya batu nisan seorang wanita islam yang bernama Fatimah Binti Maimun di Desa Leran, Gresik, dimana tertulis wafat tahun 475 H atau tahun 1082 M.

Wilayah pertama yang didatangi oleh para pembawa agama Islam di Pulau Jawa adalah wilayah pesisir utara Pulau Jawa.

Islam baru tampak perkembangannya di Jawa adalah saat datanganya Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang kemudian menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa Timur.

Singkat cerita, perkembangan islam di Pulau Jawa selanjutnya meningkat pesat setelah para wali berhimpun yang dikenal dengan WALI SONGO atau Sembilan orang Wali sehingga penyebaran islam-pun meluas di Pulau Jawa.

KISAH WALI SONGO

Wali Songo adalah suatu perhimpunan / Kesatuan Muballigh yang bertugas untuk memimpin syiar Islam di Tanah Jawa khususnya, jadi hakekatnya Wali Songo itu tidak terbatas hanya Sembilan orang wali saja tapi lebih dari sembilan orang, hanya nama Songo disini merupakan ketetapan dari organisasi yang mereka dirikan.

Adapun para wali yang popular dikalangan masyarakat adalah:
1. Syeikh Maulana Malik Ibrahim
2. Raden Rahmat (Sunan Ampel)
3. Raden Paku atau Ainul Yaqin (Sunan Giri)
4. Raden Maqdum Ibrahim (Sunan Bonang)
5. Raden Qosim (Sunan Derajat)
6. Raden Ja’far Shadiq (Sunan Kudus)
7. Raden Sahid (Sunan Kalijaga)
8. Raden Umar Said (Sunan Muria)
9. Sayyid Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)

Selain sembilan orang wali yang kita kenal itu, juga ada para wali yang pernah menjadi anggota dewan Wali Songo, mereka antara lain adalah:

  1. Maulana Ishaq: seorang Syeikh dari Sumarqandi yang akhirnya pindah ke Pasai di Aceh dan beliau akhirnya wafat disana.
  2. Jumadil Kubra: beliau dari Mesir dan makamnya ditemukan di Troloyo/Trowulan Mojokerto, Jawa Timur.
  3. Syeikh Muhammad Al-Maghribi: beliau dari Maroko dan makamnya ditemukan di Jatianom Klaten, Jawa Tengah.
  4. Syeikh Malik Israil: beliau datang dari Turkey dan makamnya ditemukan di Gunung Santri Cilegon, Jawa Barat.
  5. Syeikh Muhammad Ali Akbar: beliau datang dari Persia dan makamnya juga ditemukan di Gunung Santri Cilegon, Jawa Barat.
  6. Syeikh Hasanuddin dan Syeikh Aliyuddin: keduanya datang dari Palestina dan dimakamkan di Mesjid Banten Lama.
  7. Syeikh Subakir: beliau datang dari Persia: setelah lama di Tanah Jawa beliau akhirnya kembali ke Persia dan wafat disana.


Tuesday, August 2, 2011

Saka Tunggal Mosque in Banyumas, Central Java


Masjid Saka Tunggal terletak di desa Cikakak kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, provinsi Jawa Tengah. Masjid ini dibangun pada tahun 1288 seperti yang tertulis pada Saka Guru (Tiang Utama) masjid ini. Namun, tahun pembuatan masjid ini lebih jelas tertulis pada kitab-kitab yang ditinggalkan pendiri masjid ini, yaitu Kyai Mustolih. Tetapi kitab-kitab tersebut telah hilang bertahun-tahun yang lalu.[1]
Setiap tanggal 27 Rajab di masjid ini diadakan pergantian Jaro dan pembersihan makam Kyai Mustolih. Masjid yang berjarak ± 30 km dari kota Purwokerto ini, disebut Saka Tunggal karena tiang penyangga bangunan masjid ini, dulunya hanya satu tiang (tunggal).
Sumber: http://id.wikipedia.org

Wednesday, May 25, 2011

Great Mosque Sumenep in Madura, West Java

Profil:
Nama : Masjid Agung Sumenep
Lokasi : Pusat Kota Sumenep, Madura
Dibangun pada Tahun : 1198 H (1779 M)

Menghadap ke Taman Kota, yang berada di sebelah Timurnya. Dengan gerbang besar, pintu kayu kuno, yang berdiri kokoh menghadap matahari terbit. Masjid Agung Sumenep, yang dulu dikenal dengan nama Masjid Jami’, terletak ditengah-tengah Kota Sumenep.

Masjid ini dibangun setelah pembangunan Kraton Sumenep, sebagai inisiatif dari Adipati Sumenep, Pangeran Natakusuma I alias Panembahan Somala (1762-1811 M). Adipati yang memiliki nama asli Aria Asirudin Natakusuma ini, sengaja mendirikan masjid yang lebih besar. Setelah sebelumnya dibangun masjid, yang dikenal dengan nama Masjid Laju, oleh Pangeran Anggadipa (Adipati Sumenep, 1626-1644 M). Dalam perkembangannya, masjid laju tidak mampu lagi menampung jemaah yang kian banyak.

Setelah keraton selesai pembangunannya, Pangeran Natakusuma I memerintahkan arsitek yang juga membangun keraton, Lauw Piango, untuk membangun Masjid Jami’. Berdasar catatan di buku Sejarah Sumenep (2003) diketahui, Lauw Piango adalah cucu dari Lauw Khun Thing yang merupakan satu dari enam orang China yang mula-mula datang dan menetap di Sumenep. Ia diperkirakan pelarian dari Semarang akibat adanya perang yang disebut ‘Huru-hara Tionghwa’ (1740 M).

Masjid Jami’ dimulai pembangunannya tahun 1198 H (1779 M) dan selesai pada tahun 1206 H (1787 M). Terhadap masjid ini Pangeran Natakusuma berwasiat yang ditulis pada tahun 1806 M, bunyinya sebagai berikut:
“Masjid ini adalah Baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa di negeri/keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang memerintah (selaku penguasa) dan menegakkan kebaikan. Jika terdapat Masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya Masjid ini wakaf, tidak boleh diwariskan, dan tidak boleh dijual, dan tidak boleh dirusak.”

Dari tinjauan arsitektural, memang banyak hal yang khas pada bangunan yang menjadi pusat kegiatan masyarakat Islam di kabupaten paling timur Pulau Garam ini. Memperhatikan fisik bangunan, layaknya menganut eklektisme kultur desain.

Masjid Jami’ Sumenep dari bentuk bangunannya bisa dikata merupakan penggabungan berbagai unsur budaya. Mungkin pula sebagai bentuk akomodasi dari budaya yang berkembang di masyarakatnya. Pada masa pembangunannya hidup berbaur berbagai etnis masyarakat yang saling memberikan pengaruh.

Yang menarik lagi, bukan hanya kolaborasi gaya arsitektur lokal. Tetapi lebih luas, yaitu antara arsitektur Arab, Persia, Jawa, India, dan Cina menjadi satu di bangunan yang istimewa ini. Mungkin pula berbagai etnis yang tinggal dan hidup di Madura lebih banyak lagi, sehingga membentuk struktur bangunan lengkap dengan ornamen yang menghias bangunan ini secara keseluruhan.

Kubah kecil di puncak bangunan yang ada di sudut kanan-kiri halaman masjid, sangat mungkin mewakili arsitektur Arab-Persia. Penerapannya tidak semata-mata, terdapat sejumlah modifikasi yang berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Ornamen yang kemudian dipertegas dengan warna-warna menyala, menggambarkan corak bangunan dari Gujarat-Cina. Semakin kental atmosfirnya ketika berada di bagian dalam bangunan utama. Memperhatikan mihrab masjid yang berusia 799 tahun ini, pada mimbar khotbah, hingga ornamen seperti keramik yang menghiasi dindingnya.
Bangunan bersusun dengan puncak bagian atas menjulang tinggi mengingatkan bentuk-bentuk candi yang menjadi warisan masyarakat Jawa. Kubah berbentuk tajuk juga merupakan kekayaan alami pada desain masyarakat Jawa.

Struktur bangunan secara keseluruhan menggambarkan tatanan kehidupan masyarakat yang rumit di saat itu. Jalinan hubungan antaretnik yang hidup di Madura dapat disaksikan dari bangunan utuh dari sosok masjid Agung Sumenep ini.

Pada bagian depan, dengan pintu gerbang yang seperti gapura besar, beberapa orang berpendapat juga menampakkan adanya corak kebudayaan Portugis. Konon, masjid Agung Sumenep merupakan salah satu dari sepuluh masjid tertua di Indonesia dengan corak arsitektur yang khas.

Perkembangan Islam di tanah Jawa, pula menjadi bagian dinamika kehidupan masyarakat Madura. Perkembangan ajaran Islam di Pulau Madura, tak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pergumulan masyarakat Jawa yang secara gegrafis terpisah dengan Selat Madura. Perkembangan Islam di Ampel dan Giri menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Madura. Pada jamannya, tugas dakwah yang diemban para wali meliputi seluruh daerah, termasuk Jawa dan Madura.

Dalam perkembangan Islam di Madura tak lepas dari para pedagang yang datang dari Gujarat (India) serta para perantau yang berasal dari jazirah Arab. Mereka yang berhasil mendarat di Madura juga memberi kontribusi akibat interaksi, baik budaya maupun tata kehidupan.

Model akulturasi budaya yang ada di masa silam, secara jelas masih bisa dinikmati sekarang. Yaitu dengan melihat kekayaan detil arsitektural yang ada di masjid Jami’ Sumenep. Walaupun pada sekitar tahun 90-an masjid ini mengalami pengembangan, dengan renovasi pada pelataran depan, kanan dan kirinya. Namun demikian tidak mengurangi eksotismenya hingga sekarang.-az alim

Sumber : www.kabarmadura.com